Ismail Marzuki
Sabtu, 22 Maret 2014
0
komentar
Ismail Marzuki lahir
di Kwitang, Senen, Batavia, 11 Mei 1914–meninggal di Kampung Bali, Tanah Abang,
Jakarta, 25 Mei 1958 pada umur 44 tahun, adalah salah seorang komponis besar
Indonesia. Namanya sekarang diabadikan sebagai suatu pusat seni di Jakarta yaitu
Taman Ismail Marzuki (TIM) di kawasan Salemba, Jakarta Pusat. Ismail Marzuki
yang lebih dikenal dengan panggilan Maing ini merupakan salah satu maestro
musik legendaris di indonesia, memang memiliki bakat seni yang sulit dicari
bandingannya. Sosoknya pun mengagumkan. Ia terkenal sebagai pemuda yang
berkepribadian luhur dan tergolong anak pintar. Ismail sejak muda senang tampil
necis. Bajunya disetrika licin, sepatunya mengkilat dan ia senang berdasi.
Darah seni Ismail mengalir dari ayahnya, Marzuki, yang saat itu seorang pegawai
di perusahaan Ford Reparatieer TIO. Pak Marzuki dikenal gemar memainkan kecapi
dan piawai melagukan syair-syair yang bernapaskan Islam. Jadi tidak aneh kalau
kemudian Ismail sejak kecil sudah tertarik dengan lagu-lagu.
Ma'ing disekolahkan
ayahnya ke sebuah sekolah Kristen HIS Idenburg, Menteng. Nama panggilannya di
sekolah adalah Benyamin. Tapi kemudian ayahnya merasa khawatir kalau nantinya
bersifat kebelanda-belandaan, Ma'ing lalu dipindahkan ke Madrasah Unwanul-Falah
di Kwitang. Beranjak dewasa, dia dibelikan ayahnya alat musik sederhana. Bahkan
tiap naik kelas Ma'ing diberi hadiah harmonika, mandolin, dan gitar. Setelah
lulus, Ma'ing masuk sekolah MULO dan membentuk grup musik sendiri. Di situ dia
memainkan alat musik banyo dan gemar memainkan lagu-lagu gaya Dixieland serta
lagu-lagu Barat yang digandrungi pada masa itu.
Setelah tamat
MULO, Ma'ing bekerja di Socony Service Station sebagai kasir dengan gaji 30
gulden sebulan, sehingga dia sanggup menabung untuk membeli biola. Namun,
pekerjaan sebagai kasir dirasakan kurang cocok baginya, sehingga ia pindah
pekerjaan dengan gaji tidak tetap sebagai verkoper (penjual) piringan hitam
produksi Columbia dan Polydor yang berkantor di Jalan Noordwijk (sekarang Jalan
Ir. H. Juanda) Jakarta. Penghasilannya tergantung pada jumlah piringan hitam
yang dia jual. Rupanya, pekerjaan ini hanya sebagai batu loncatan ke jenjang
karier berikutnya dalam bidang musik. Selama bekerja
sebagai penjual piringan hitam, Ma'ing banyak berkenalan dengan artis pentas,
film, musik dan penyanyi, di antaranya Zahirdin, Yahya, Kartolo, dan Roekiah
(orangtua Rachmat Kartolo). Pada 1936, Ma'ing memasuki perkumpulan orkes musik
Lief Jawa sebagai pemain gitar, saksofon, dan harmonium pompa.
Tahun 1934,
Belanda membentuk Nederlands Indische Radio Omroep Maatshappij (NIROM) dan
orkes musik Lief Java mendapat kesempatan untuk mengisi acara siaran musik.
Tapi Ma'ing mulai menjauhkan diri dari lagu-lagu Barat, kemudian menciptakan
lagu-lagu sendiri antara lain "Ali Baba Rumba", "Ohle le di
Kotaraja", dan "Ya Aini". Lagu ciptaannya kemudian direkam ke
dalam piringan hitam di Singapura. Orkes musiknya punya sebuah lagu pembukaan
yang mereka namakan Sweet Jaya Islander. Lagu tersebut tanpa pemberitahuan
maupun basa-basi dijadikan lagu pembukaan siaran radio NIROM, sehingga grup
musik Ma'ing mengajukan protes, namun protes mereka tidak digubris oleh
direktur NIROM.
Pada periode
1936-1937, Ma'ing mulai mempelajari berbagai jenis lagu tradisional dan lagu
Barat. Ini terlibat pada beberapa ciptaannya dalam periode tersebut, "My
Hula-hula Girl". Kemudian lagu ciptaannya "Bunga Mawar dari
Mayangan" dan "Duduk Termenung" dijadikan tema lagu untuk film
"Terang Bulan". Awal Perang Dunia II (1940) mulai mempengaruhi
kehidupan di Hindia-Belanda (Indonesia). Radio NIROM mulai membatasi acara
siaran musiknya, sehingga beberapa orang Indonesia di Betawi mulai membuat
radio sendiri dengan nama Vereneging Oostersche Radio Omroep (VORO) berlokasi
di Karamat Raya. Antene pemancar mereka buat sendiri dari batang bambu.
Ketika Ma'ing
membentuk organisasi Perikatan Radio Ketimuran (PRK), pihak Belanda memintanya
untuk memimpin orkes studio ketimuran yang berlokasi di Bandung (Tegal-Lega).
Orkesnya membawakan lagu-lagu Barat. Pada periode ini dia banyak mempelajari bentuk-bentuk
lagu Barat, yang diubahnya dan kemudian diterjemahkannya ke dalam nada-nada
Indonesia. Sebuah lagu Rusia ciptaan R. Karsov diterjemahkan ke dalam bahasa
Sunda menjadi "Panon Hideung". Sebuah lagu ciptaannya berbahasa
Belanda tapi memiliki intonasi Timur yakni lagu "Als de orchideen
bloeien". Lagu ini kemudian direkam oleh perusahaan piringan hitam His
Master Voice (HMV). Kelak lagu ini diterjemahkan lagi ke dalam bahasa Indonesia
dengan judul "Bila Anggrek Mulai Berbunga".
Tahun 1940,
Ma'ing menikah dengan penyanyi kroncong Bulis binti Empi. Pada Maret 1942, saat
Jepang menduduki seluruh Indonesia, Radio NIROM dibubarkan diganti dengan nama
Hoso Kanri Kyoku. PRK juga dibubarkan Jepang, dan orkes Lief Java berganti nama
Kireina Jawa. Saat itu Ma'ing mulai memasuki periode menciptakan lagu-lagu
perjuangan. Mula-mula syair lagunya masih berbentuk puitis yang lembut seperti
"Kalau Melati Mekar Setangkai", "Kembang Rampai dari Bali"
dan bentuk hiburan ringan, bahkan agak mengarah pada bentuk seriosa.
Pada periode
1943-1944, Ma'ing menciptakan lagu yang mulai mengarah pada lagu-lagu
perjuangan, antara lain "Rayuan Pulau Kelapa", "Bisikan Tanah
Air", "Gagah Perwira", dan "Indonesia Tanah Pusaka".
Kepala bagian propaganda Jepang, Sumitsu, mencurigai lagu-lagu tersebut lalu
melaporkannya ke pihak Kenpetai (Polisi Militer Jepang), sehingga Ma'ing sempat
diancam oleh Kenpetai. Namun, putra Betawi ini tak gentar. Malah pada 1945
lahir lagu "Selamat Jalan Pahlawan Muda".
Setelah Perang
Dunia II, ciptaan Ma'ing terus mengalir, antara lain "Jauh di Mata di Hati
Jangan" (1947) dan "Halo-halo Bandung" (1948). Ketika itu Ma'ing
dan istrinya pindah ke Bandung karena rumah meraka di Jakarta terkena peluru
mortir. Ketika berada di Bandung selatan, ayah Ma'ing di Jakarta meninggal.
Ma'ing terlambat menerima berita. Ketika dia tiba di Jakarta, ayahnya telah
beberapa hari dimakamkan. Kembang-kembang yang menghiasi makam ayahnya dan
telah layu, mengilhaminya untuk menciptakan lagu "Gugur Bunga".
Lagu-lagu
ciptaan lainnya mengenai masa perjuangan yang bergaya romantis tanpa mengurangi
nilai-nilai semangat perjuangan antara lain "Ke Medan Jaya",
"Sepasang Mata Bola", "Selendang Sutra", "Melati di
Tapal Batas Bekasi", "Saputangan dari Bandung Selatan", "Selamat
Datang Pahlawan Muda". Lagu hiburan populer yang (kental) bernafaskan
cinta pun sampai-sampai diberi suasana kisah perjuangan kemerdekaan. Misalnya
syair lagu "Tinggi Gunung Seribu Janji", dan "Juwita
Malam". Lagu-lagu yang khusus mengisahkan kehidupan para pejuang
kemerekaan, syairnya dibuat ringan dalam bentuk populer, tidak menggunakan
bahasa Indonesia tinggi yang sulit dicerna. Simak saja syair "Oh Kopral
Jono" dan "Sersan Mayorku". Lagu-lagu ciptaannya yang berbentuk
romantis murni hiburan ringan, walaupun digarap secara populer tapi bentuk
syairnya berbobot seriosa. Misalnya lagu "Aryati", "Oh Angin
Sampaikan. Tahun 1950 dia masih mencipta lagu "Irian Samba" dan tahun
1957 lagu "Inikah Bahagia"-suatu lagu yang banyak memancing tanda tanya
dari para pengamat musik.
Lagu ciptaan
karya Ismail Marzuki yang paling populer adalah Rayuan Pulau Kelapa yang
digunakan sebagai lagu penutup akhir siaran oleh stasiun TVRI pada masa
pemerintahan Orde Baru. Ismail Marzuki mendapat anugerah penghormatan pada
tahun 1968 dengan dibukanya Taman Ismail Marzuki, sebuah taman dan pusat
kebudayaan di Salemba, Jakarta Pusat. Pada tahun 2004 dia dinobatkan menjadi
salah seorang tokoh pahlawan nasional Indonesia. Ia sempat mendirikan orkes
Empat Sekawan. Selain itu ia dikenal publik ketika mengisi musik dalam film
Terang Bulan. Ismail Marzuki selama ini diyakini sebagian besar masyarakat
Indonesia sebagai pencipta lagu Halo-Halo Bandung yang terkenal. Lagu tersebut
menggambarkan besarnya semangat rakyat Bandung dalam peristiwa Bandung Lautan
Api. Namun sebenarnya siapa pencipta lagu tersebut yang sebenarnya masih
diperdebatkan oleh sebagian masyarakat Indonesia.
Sampai pada lagu
ciptaan yang ke 100-an, Ma'ing masih merasa belum puas dan belum bahagia.
Malah, lagu ciptaannya yang ke-103 tidak sempat diberi judul dan syair, hingga
Ma'ing alias Ismail Marzuki komponis besar Indonesia itu menutup mata selamanya
pada 25 Mei 1958.
Karya Lagu
Ismail Marzuki
·
Aryati
·
Gugur Bunga
·
Melati di Tapal
Batas (1947)
·
Wanita
·
Rayuan Pulau
Kelapa
·
Sepasang Mata
Bola (1946)
·
Bandung Selatan
di Waktu Malam (1948)
·
O Sarinah (1931)
·
Keroncong
Serenata
·
Kasim Baba
·
Bandaneira
·
Lenggang Bandung
·
Sampul Surat
·
Karangan Bunga
dari Selatan
·
Selamat Datang
Pahlawan Muda (1949)
·
Juwita Malam
·
Sabda Alam
·
Roselani
·
Rindu Lukisan
·
Indonesia Pusaka
Di antara semua
lagunya, yang paling terkenal adalah Halo-Halo Bandung dan Rayuan Pulau Kelapa.
Walaupun, lagunya yang berjudul Halo-Halo Bandung masih diperdebatkan oleh sebagian
masyarakat.
Baca Selengkapnya ....