Biografi Umar Kayam

Posted by Moeclazh Favian Selasa, 26 November 2013 0 komentar
Umar Kayam lahir di Ngawi 30 April 1932. Ibunya bernama Koentjiati, ayahnya Sastrosoekotjo. Dari bayi sampai umur kurang lebih 2 tahun bertempat tinggal di Wonogiri, tempat di mana ayahnya ditugaskan sebagai guru bantu (bertugas mengenalkan huruf-huruf latin, membimbing membaca dan menulis). Ayah Umar, Sastrosoekoso, adalah guru di Hollands Islands School (HIS) yang berharap anaknya kelak dapat menjadi seperti Omar Khayam, seorang sufi, filsuf, ahli perbintangan, ahli matematika, dan pujangga kenamaan asal Persia yang hidup pada abad ke-12. Oleh sebab itu Sastrosoekoso memberi nama anaknya Umar Kayam.

Pendidikan Umar Kayam dimulai di voorklas (TK), dilanjutkan H.I.S (Hollands Inlands School–sekolah dasar untuk anak-anak priyayi guna menyiapkan priyayi-priyayi gubernemen Pemerintahan Kolonial Belanda) “Siswo” Mangkunegaran sampai dengan lulus. Berbeda dengan HIS di tempat lain HIS Siswo Mangkunegaran mempunyai karakter kejawaan dengan mewajibkan semua anak didiknya berbicara dalam bahasa Jawa krama. Tetapi di dalam kelas mereka diajari bahasa Belanda dengan penuh disiplin. Selepas HIS, Umar Kayam melanjutkan ke MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs). Di lingkungan keluarga, pendidikan yang ditanamkan kedua orangtuanya sangat kuat. Umar Kayam dan adik-adiknya sejak kecil sudah dibiasakan untuk senang membaca. Sampai dengan usia 13 tahun Umar Kayam tinggal di Surakarta dalam lingkungan Mangkunegaran dengan sekali-kali berlibur ke Ngawi (tempat kakek dan neneknya). Lingkungan-lingkungan inilah yang membangun kepribadiannya.

Umar Kayam adalah seorang sosiolog, novelis, cerpenis, dan budayawan juga seorang guru besar di Fakultas Sastra Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta (1988-1997-pensiun). Umar merupakan perintis Universitaria di RRI Nusantara II Yogyakarta yang menyajikan berbagai informasi kegiatan mahasiswa. Ia juga mendirikan majalah minggu dan berbagai kegiatan yang lain, terutama yang terkait dengan kebudayaan. 

Umar Kayam adalah “manusia” dengan berbagai wajah akademisi, birokrat, seniman, budayawan dan pecinta makanan. Berbagai kelompok suku, agama, status sosial, dan sebagainya menjadi perhatiannya baik dalam kedudukannya sebagai ilmuwan maupun seniman. Ia adalah seorang multikulturalis yang inklusif, menghargai perbedaan dan keragaman yang ada di nusantara. Meskipun demikian dengan caranya yang khas ia melakukan kritik tajam terhadap budaya feodal yang menutup akses pada keterlibatan wong cilik, dan hanya semakin mengekalkan dominasi para priyayi. Dengan tegas ia menolak ketika pendidikan diarahkan hanya untuk menjadi pegawai, menjadi priyayi khususnya.

Semasa kecil, Umar sudah akrab dengan dunia membaca. Ia terbiasa dengan bacaan-bacaan dongeng dan pelajaran yang terkait dengan bahasa Belanda. Saat duduk di MULO (setingkat dengan SMP) Umar akrab dengan novel Gone with the Wind dan yang lain. Masuk SMA, bersama teman-temannya saat itu adalah Nugroho Notosusanto dan Daoed Joesoef (keduanya menjadi Menteri Pendidikan) mengelola majalah dinding untuk mengeksplorasi karya-karyanya. Karya Umar yang pertama kali dimuat di majalah di Jakarta adalah cerpen Bunga Anyelir.

Meski sibuk di bidang akademis dan birokrasi, darah seni pria asal Ngawi ini tidak luntur begitu saja. Berbagai cerpen, esai, juga novel telah ditulisnya, seperti Seribu Kunang di Manhattan. Ia juga menghasilkan dua novelet yang dibukukan jadi satu, Bawuk dan Sri Sumarah. Semasa hidupnya, Umar juga menjadi kolumnis di berbagai media massa. Sebagai kolumnis, Umar dikenal dengan ciri khas tulisannya yang berbau renungan, tetapi tidak mengajak pembacanya berpikir berat. Sementara di bidang perfilman, Umar pernah menulis beberapa skenario film, di antaranya Jalur Penang dan Bulu-Bulu Cendrawasih, yang difilmkan pada 1978. Selain itu, ia pernah memerankan satu pemain dalam film Karmila yang disutradarai oleh Ami Priyono. Ia juga pernah berperan sebagai Pak Bei dalam sinetron Canting (yang diangkat dari novel Arswendo Atmowiloto), serta memerankan sosok Bung Karno dalam film G30S-PKI yang disutradari Arifin C Noor.

Pada masa clash I, Sastrosoekotjo pindah ke Yogyakarta. Di kota inilah Umar Kayam menyelesaikan SMA-nya. Tahun 1951 Umar Kayam meneruskan pendidikannya ke Universitas Gadjah Mada jurusan Paedagogik Fakultas SPF (Sastra Paedagogik dan Filsafat). Di SPF, Umar Kayam aktif di bidang kesenian dan kebudayaan. Pribadinya yang ramah, terbuka membuat ia mudah bergaul sehingga mempunyai banyak teman. Ia sering mengadakan pentas teater bersama Rendra, Subagyo Sastrowardoyo, Widyati Saebani dan lain-lain. Tempat yang biasa untuk pentas adalah Gedung Negara, Gedung Batik PPBI, Gedung Chung Hua Tsung Hui (CHTH), Gedung BTN, dan Sriwedari.

Umar Kayam meneruskan pendidikannya untuk memperoleh gelar doktor di Cornell University dalam bidang sosiologi dan lulus tahun 1965. Setibanya di Indonesia ia menjumpai kondisi negara yang morat-marit di segala bidang. Antara ketidak- mengertian dengan apa yang terjadi, kegairahan seorang muda, semangat menyambut tatanan baru, ia menerima jabatan sebagi Dirjen RTF (Radio, Televisi dan Film) Departemen Penerangan RI (1966–1969). Pengangkatan ini melalui Keputusan Menteri Penerangan No. 10/SK/M/1966, tertanggal 21 Desember 1966. Umar Kayam yang lebih dikenal dalam bidang kesusastraan dan keilmuan dipilih karena sikapnya yang netral, selain itu juga karena pergaulannya yang luas di berbagai kalangan, baik yang duduk di pemerintahan maupun sastrawan seniman dan kalangan profesional lain. Ketika terpilih menjadi Dirjen RTF Umar Kayam mengeluarkan kebijakan yang disahkan oleh Menteri Penerangan B.M. Diah melalui SK.No. 71/SK/M/1967, untuk menstimulasi importir (baik film maupun barang dagang lain misal tekstil dan mesin) agar mendatangkan film luar negeri sebanyak-banyaknya, disertai kewajiban membeli saham yang akan digunakan untuk mendanai produksi film dalam negeri.

Selain menjadi Dirjen RTF, beberapa jabatan yang pernah diemban Umar Kayam antara lain ketua Dewan Kesenian Jakarta merangkap Rektor Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta (1969-1972), Direktur Pusat Latihan Ilmu-ilmu Sosial Universitas Hasanuddin (1975-1976), Direktur Pusat Penelitian dan Studi Kebudayaan UGM (1977-1997), dosen Fakultas Sastra UGM (1977-1997), Dosen STF Driyarkara (1972), dosen luar biasa Fakultas Ilmu-ilmu Sosial UI (1970-1974) dan Fakultas Sastra UI (1974-1975), anggota Board of Trustees of International Institute of Communications, London (sejak 1969).

Kekhasan karya Umar Kayam terletak pada cerita-ceritanya yang tidak pernah hanya memiliki satu arti. Ia memberi kebebasan penuh pada pembaca untuk menyimpulkan dan menafsirkan cerita. Ia sekedar memberi gambaran suasana tertentu dan melalui suasana yang terbias dari batin tokoh-tokohnya. Sejumlah tema bisa muncul, pembaca dapat menemukan tema cerita dari banyak segi. Dalam novelnya ia mampu memanfaatkan rekaman realitas individu (data-data pribadi) yang tidak ditangkap oleh sejarah dan sosiologi yang hanya mampu merekonstruksi data-data kasat mata. Umar Kayam telah menyumbangkan pendekatan realisme kultural. Seorang realis dengan kemampuan mengolah data-data cultural dan etnisitas secaran kreatif.

Dalam seni peran, Umar Kayam pernah menjadi aktor dalam film “Karmila”, “Kugapai Cintamu”, “Pengkhianatan G 30 S/PKI”, “Jakarta 66”. Juga penulis scenario untuk film “Yang Muda Yang Bercinta”, “Jago”, dan “Frustasi Puncak Gunung”. Ia juga pernah memerankan Presiden Soekarno, pada film Pengkhianatan G 30 S/PKI. Pernah juga menjadi Ketua Dewan Juri Festival Film Indonesia (1984).

Perhatian Umar Kayam di bidang kebudayaan merupakan benang merah pemikiran yang terefleksikan dalam berbagai karyanya, yakni transformasi cultural dari budaya agraris menuju modern. Ilmu dan kebudayaan Indonesia menurutnya, haruslah berangkat dari kotak-kotak kebudayaan dan bukan menuju kotak-kotak kebudayaan. Menghargai fenomena pluralisme dalam masyarakat Indonesia, untuk tidak menempatkannya sebagai kendala namun menjadi modal. Umar Kayam terkenal dengan teorinya tentang manusia Indonesia sebagai “pejalan budaya” (cultural commuter), yaitu sebagai orang yang bergerak secara ulang-alik dari tradisionalitas ke modernitas, dari desa menuju kota. Desa dengan penyangga komunitasnya di satu sisi melahirkan berbagai ekspresi kebudayaannya, demikian pula kota dengan penyangga masyarakatnya.

Pandangan Umar Kayam yang cenderung modern dalam membina rumah tangganya itu, ternyata kontradiktif dengan pandangannya dalam menyikapi kemajuan zaman, khususnya teknologi komputer. Meski zaman telah dilanda komputerisasi, Profesor doktor yang pernah menjabat sebagai guru besar di Universiatas Gajah Mada itu enggan meninggalkan mesin ketik manualnya yang kalau dipakai mengeluarkan suara yang dapat menagganggu orang di sekitarnya. Jika teman-temannya membujuknya untuk menggunakan komputer, Umar Kayam menantang mereka, “Yakinkan saya bahwa dengan komputer saya bisas kreatif.” Tentu saja tak seorang pun yang dapat memberikan jaminan. Sebagai ilmuwan yang seniman atau sebaliknya, Umar Kayam berperan baik sebagai fasilitator (ketika ia menjadi pejabat), memberi sumbangan pemikiran (terutama dengan karya tulis dan penelitiannya), sekaligus dalam bentuk keterlibatan langsung sebagai pelaku seni.

Hasil karya Umar Kayam yaitu:
1.    Seribu Kunang-kunang di Manhattan (kumpulan cerpen, 1972)
2.    Totok dan Toni (cerita anak, 1975)
3.    Sri Sumarah dan Bawuk (1975)
4.    Seni, Tradisi, Masyarakat (kumpulan esai, 1981)
5.    Sri Sumarah (kumpulan cerpen, 1985, juga terbit dalam edisi Malaysia, 1981)
6.    Semangat Indonesia: Suatu Perjalanan Budaya (bersama Henri Peccinotti, 1985)
7.    Para Priyayi (novel, 1992) Mendapat Hadiah Yayasan Buku Utama Departemen P dan K, diberikan pada tahun 1995)
8.    Parta Karma (kumpulan cerpen, 1997)
9.    Jalan Menikung (novel, 2000)

Umar Kayam wafat pada 16 Maret 2002 setelah menderita patah tulang paha pangkal kiri. 

ARTIKEL TERKAIT:

TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN SAUDARA
Judul: Biografi Umar Kayam
Ditulis oleh Moeclazh Favian
Rating Blog 5 dari 5
Semoga artikel ini bermanfaat bagi saudara. Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari isi artikel ini harap menyertakan link dofollow ke https://moeclazh.blogspot.com/2013/11/biografi-umar-kayam.html. Terima kasih sudah singgah membaca artikel ini.

0 komentar:

Posting Komentar

Berbagi Informasi | Copyright of moeclazh.blogspot.com.