ADHD

Posted by Moeclazh Favian Sabtu, 26 Oktober 2013 2 komentar
ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) adalah gangguan perkembangan dalam peningkatan aktivitas motorik anak-anak hingga menyebabkan aktivitas anak-anak yang tidak lazim dan cenderung berlebihan. Hal ini ditandai dengan berbagai keluhan perasaan gelisah, tidak bisa diam, tidak bisa duduk dengan tenang, dan selalu meninggalkan keadaan yang tetap seperti sedang duduk, atau sedang berdiri. Beberapa kriteria yang lain sering digunakan adalah suka meletup-letup, aktivitas berlebihan, dan suka membuat keributan.

ADHD berarti gangguan pemusatan perhatian disertai hiperaktif. Istilah ini merupakan istilah yang sering muncul pada dunia medis yang belakangan ini gencar pula diperbincangkan dalam dunia pendidikan dan psikologi. Istilah ini memberikan gambaran tentang suatu kondisi medis yang disahkan secara internasional mencakup disfungsi otak, di mana individu mengalami kesulitan mengendalikan impuls, menghambat perilaku, dan tidak mendukung rentang perhatian mereka. Jika hal ini terjadi pada seorang anak dapat menyebabkan berbagai kesulitan belajar, kesulitan berperilaku, kesulitan sosial, dan kesulitan-kesulitan lain.

Ada dua aspek utama dalam ADHD. Yang pertama adalah kesulitan untuk memusatkan perhatian dan kebiasaan hiperaktif (perilaku yang tidak bisa diam). Dan yang kedua adalah impulsif (kesulitan untuk menunda respon/dorongan untuk melakukan/mengatakan sesuatu dengan tidak sabar).

Ciri-ciri utama ADHD adalah:
·      Rentang perhatian yang kurang.
·      Impulsvitas yang berlebihan.
·      Adanya hiperaktivitas.

Gejala-gejala ‘rentang perhatian yang kurang’ meliputi:
·      Gerakan yang kacau.
·      Cepat lupa.
·      Mudah bingung.
·      Kesulitan dalam mencurahkan perhatian terhadap tugas-tugas atau kegiatan bermain.

Gejala-gejala ‘impulsivitas’ dan ‘perilaku hiperaktif’ meliputi:
·      Emosi gelisah.
·      Mengalami kesulitan bermain dengan tenang.
·      Mengganggu anak lain.
·      Selalu bergerak.

Perilaku anak ADHD sangat membingungkan dan sangat kontradiktif. Perilaku yang gegabah (kurang terkontrol) dan tidak terorganisasi adalah sumber utama bagi stres anak, orang tua, saudara, guru, dan teman di kelas. Dalam keadaan dan waktu tertentu, anak ADHD seperti juga kebanyakan anak lainnya, terlihat baik-baik saja. Inkonsistensi itu menyebabkan orang lain berpikir, bahwa anak ADHD dapat melakukan sesuatu jika meraka melakukannya dengan lebih giat, atau jika orang tua atau gurunya menerapkan aturan-aturan yang lebih ketat.

Meskipun banyak anak ADHD cenderung untuk mengembangkan masalah emosional sekunder, namun ADHD itu sendiri dapat berkaitan dengan faktor-faktor biologis dan secara primer bukan gangguan emosional. Meskipun demikian, masalah emosional dan perilaku seringkali dapat terlihat pada anak ADHD karena adanya masalah yang dihadapi anak-anak di sekolah, di rumah dan di dalam lingkungan sosial mereka.

ADHD tidak dapat diidentifikasi secara fisik dengan x-ray atau laboratorium. ADHD hanya dapat dilihat dari perilaku yang sangat jelas pada diri anak ADHD, hal ini karena ADHD adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan beberapa pola perilaku yang sulit dibedakan di antara anak-anak yang kelak suatu hari ditemukan perbedaan beserta penyebabnya. Jadi jika didefinisikan secara umum ADHD menjelaskan kondisi anak-anak yang memperlihatkan ciri atau gejala kurang konsentrasi, hiperaktif dan impulsif yang dapat menyebabkan ketidakseimbangan sebagian besar aktivitas hidup mereka.

Penyebab pasti dan patologi ADHD masih belum terungkap secara jelas. Seperti halnya gangguan autism, ADHD merupakan statu kelainan yang bersifat multi faktorial. Banyak faktor yang dianggap sebagai peneyebab gangguan ini, diantaranya adalah faktor genetik, perkembangan otak saat kehamilan, perkembangan otak saat perinatal, tingkat kecerdasan (IQ), terjadinya disfungsi metabolisme, ketidakteraturan hormonal, lingkungan fisik, sosial dan pola pengasuhan anak oleh orang tua, guru dan orang-orang yang berpengaruh di sekitarnya. Banyak penelitian menunjukkan efektifitas pengobatan dengan psychostimulants, yang memfasilitasi pengeluaran dopamine dan noradrenergic tricyclics. Kondisi ini mengungatkan sepukalsi adanya gangguan area otak yang dikaitkan dengan kekurangan neurotransmitter. Sehingga neurotransmitters dopamine dan norepinephrine sering dikaitkan dengan ADHD.

Faktor genetik tampaknya memegang peranan terbesar terjadinya gangguan perilaku ADHD. Beberapa penelitian yang dilakukan ditemukan bahwa hiperaktifitas yang terjadi pada seorang anak selalu disertai adanya riwayat gangguan yang sama dalam keluarga setidaknya satu orang dalam keluarga dekat. Didapatkan juga sepertiga ayah penderita hiperaktif juga menderita gangguan yang sama pada masa kanak mereka. Orang tua dan saudara penderita ADHD mengalami resiko 2-8 kali lebih mudah terjadi ADHD, kembar monozygotic lebih mudah terjadi ADHD dibandingkan kembar dizygotic juga menunjukkan keterlibatan faktor genetik di dalam gangguan ADHD. Keterlibatan genetik dan kromosom memang masih belum diketahui secara pasti. Beberapa gen yang berkaitan dengan kode reseptor dopamine dan produksi serotonin, termasuk DRD4, DRD5, DAT, DBH, 5-HTT, dan 5-HTR1B, banyak dikaitkan dengan ADHD.

ARTIKEL TERKAIT:

TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN SAUDARA
Judul: ADHD
Ditulis oleh Moeclazh Favian
Rating Blog 5 dari 5
Semoga artikel ini bermanfaat bagi saudara. Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari isi artikel ini harap menyertakan link dofollow ke https://moeclazh.blogspot.com/2013/10/adhd.html. Terima kasih sudah singgah membaca artikel ini.

2 komentar:

Unknown mengatakan...

klo boleh usul tentang IT skali-skali dong om. . . .

Moeclazh Favian mengatakan...

IT uda banyak yg bahas om :p

Posting Komentar

Berbagi Informasi | Copyright of moeclazh.blogspot.com.